Akhlak merupakan suautu asas yang perlu dalam mencipta hubungan baik hamba dengan Allah swt. (Hablumminallah) dan antara sesama manusia (Hablumminannas). Akhlak yang mulia tidak lahir berdasarkan keturunan, atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, memerlukan proses yang panjang, yakni melalui pendidikan.


Sementara pendidikan akhlak mulia yang ditawarkan oleh islam tentunya tidak ada kekurangan apalagi kerancuan didalamnya. Mengapa? Karena berasal dari Allah swt. (al-Kholiq), yang disampaikan melalui Rasulullah saw. dengan Al-quran dan As-Sunnah kepada umatnya.


Rasulullah saw. sebagai Uswah, Qudwah, dan manusia terbaik yang selalu mendapatkan tarbiyah dari Allah swt. melalui Malaikat Jibril. Sehingga beliau mampu dan berhasil mencetak para sahabat menjadi bentuk manusia yang memiliki Izzah(kemulian) di hadapan umat lain dan berakhlak mulia di hadapan Allah swt.


"Dari Atha` bin Yasar berkata: Aku bertemu Abdullah bin Amr bin Ash ra.
Lalu saya bertanya kepadanya: "Beritahukanlah kepadaku tentang sifat Rasulullah saw. yang ada dalam kitab Taurat. Ia menjawab: "Ya, demi Allah, sifat Beliau yang ada dalam Taurat, sebagian sama seperti yang ada dalam Al-quran. "Wahai Nabi sesungguhnya aku mengutusmu adalah sebagai saksi, orang yang membawa kabar gembira dan membawa peringatan dan pelindung umat. Kamu adalah hambaKu dan Rasulku, dan aku menyebutmu orang yang bertawakkal, seorang yang tidak bersikap keras dan bertutur kasar, tidak membalas kejelekan dengan kejelekan melainkan memaafkan. Dan Allah tidak menerima mereka sehingga mereka (Rasul) meluruskan agama yang salah dan berkata: "Tidak ada Tuhan selain Allah, serta membukakan mata yang buta, telinga yang tuli serta hati yang tertutup.


Sudah berapa banyak orang yang mengerti dan memahami tentang akhlak, justru banyak sekali manusia yang selalu mengalpakan dirinya sebagai teladan dalam kehidupan, kenapa ini bisa terjadi? Sebab: "Sesungguhnya manusia itu tidak mampu melawan dirinya dan setan sebagai musuhnya". Contoh yang paling simpel, umpamanya terjadi musibah dimana-mana, kita dengar itu, tapi kita enggan membuka dompet kita, disebabkan kita tidak mampu melawan diri kita sendiri. Kadang terselip dihati kita, Kan sudah diatasi Pemerintah untuk mengatasi musibah yang terjadi. Jadi, apabila kita mampu bersedeqah, infaq, membantu sesama. Padahal kita tahu, bahwa perbuatan yang demikian termasuk akhlak mulia.


Nabi kita Muhammad saw pernah menyampaikan:
"Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya adalah yang terbaik akhlaknya. Dan akhlak yang baik itu mencapai derajat puasa dan sholat". (Subhanallah).


Jadi, cukup jelas sekali bahwa kita dituntut untuk berakhlak mulia, sebab dengan tidak memberikan teladan yang baik maka kita tidak akan mampu membawa umat ini.


Antara Akhlak Mulia:


1. Jujur dan Amanah.


Kejujuran adalah mahkota dalam tunggak pribadi muslim. Andaikan kejujuran itu tidak ada padanya, maka tidak ada pula kepercayaan manusia terhadap ilmu yang ia miliki. Maka dari itu bersikap jujurlah kita dalam mengemban amanah Allah swt. Seperti Nabi kita Muhammad saw. teladan manusia yang jujur, baik dikalangan muslim maupun kafir, beliau tidak pernah sekalipun berbohong terhadap orang-orang kafir mekkah. Inilah yang harus kita contoh dalam mensyiarkan agama Allah.


Sabda Nabi Muhammdad saw:


"Kejujuran mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan mengantarkan kepada syurga. Seorang lelaki yang baik akan berlaku jujur dan memilih kejujuran, sehingga Allah menuliskan ia menjadi orang-orang yang jujur. Kebohongan mengantarkan kepada kesesatan, dan kesesatan mengantarkan kepada neraka. Seorang lelaki yang sesat, akan berbuat bohong dan memilih berbohong, sehingga Allah mengecap dia seorang pembohong".

Dalam sejarah Nabi Muhammad saw, dapat kita temui bahwa beliau adalah "Seorang yang jujur dan dapat dipercaya, "Beliau tidak pernah sekalipun berbohong terhadap orang-orang kafir mekkah. Ketika pertama kali diutus dan membawa syariat Allah, para pemimpin quraisy memusuhinya, bukan lantaran kebohongan beliau. Akan tetapi, hal itu karena memang keangkuhan dan kesombongan mereka, serta kekhawatiran terhadap hancurnya eksistensi dan prestise mereka dimata kabilah-kabilah yang lain.


Maka dari itu marilah kita semua bersikap jujur dalam mengemban amanah Allah ini. Sesuai dengan profesi masing-masing, sehingga kita selamat dunia akhirat.


2. Kometmen dalam ucapan dan tindakan.


Allah berfirman:


"Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat? Amat besar kebencian disisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan."


Jadi, sebaik-baiknya bagi kita, ketika menyuruh seseorang untuk berbuat baik, terlebih dahulu kita yang melakukanya. (teladan). "Amat besar kebencian disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan (perbuat)."


Imam Ghozali berkata:


"Tugas seseorang yang menyampaikan kepada orang lain adalah harus mengamalkan apa yang ia ucapkan (Ilmunya), serta tidak boleh mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan tindakannya, karena ilmu dan amal didapat dengan indra, sedangkan pemilik indra sangatlah banyak".


3. Adil dan Eligater.


"Dan apabila kamu berkata, hendaklah kamu berlaku adil kendatipun dia adalah kerabatmu".


Allah memerintahkan kepada kita untuk berlaku adil kepada siapapun, sekalipun kepada orang yang membencimu. Bertindak adil tidak hanya kepada kerabat atau keluarga dekat saja, siapapun mereka wajib keadilan itu kita wujudkan. Karena keadilan itu lebih dekat dengan taqwa.


Umpamanya: memberikan kasih sayang kepada sesama, berikan kasih sayang yang sama, supaya tidak menimbulkan kecemburuan sosial dalam kehidupan kita. Umar Bin Khottab meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: Sesungguhnya diantara hamba-hamba Allah ada sekelompok orang yang bukan termasuk golongan para Nabi dan syuhada, akan tetapi para Nabi dan syuhada merasa iri kepada mereka di hari kiamat karena kedudukan mereka mulia disisi Allah swt.


Seseorang bertanya: Siapakah mereka dan apa amalan-amalan mereka, Rasul menjawab: "Mereka dalah adalah kaum yang saling mencintai satu sama lain karena Ruh Allah, bukan karena adanya hubungan kekerabatan diantara mereka, bukan pula karena faktor harta kekayaan dimana mereka saling memberi diantara mereka. Demi Allah wajah-wajah mereka seperti cahaya, mereka seperti mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya. Mereka tidak takut pada saat orang ketakutan, mereka tidak merasa khuwatir disaat orang-orang merasa kekhawatiran."


Kemudian Rasul membaca Firman Alllah swt:
"Ingatlah, sesungguhnya para wali Allah itu tidak merasa takut dan tidak merasa khawatir". (QS Yunus: 2 )


Firman Allah swt:


"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu berlaku adil dan berbuat kebaikan, memberi kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dan memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran".